All About Me



Farmasi adalah salah satu disiplin ilmu khususnya pada bidang kesehatan. Tidak banyak yang mengenal farmasi, kebanyakan masyarakat hanya tahu bahwa farmasi adalah sebuah pekerjaan di balik lemari kaca yang penuh dengan barisan obat atau mudahnya “penjual obat”. Bila berkutat dengan obat itu memang benar, tapi bila farmasi hanya berkutat pada penjualan saja itu kurang tepat.
Saya Denny Fahmi Prasetya, atau lebih akrab di sapa dengan Defa. Saya adalah anak pertama dari dua bersaudara, saya yang dibesarkan di pulau Dewata sejak 18 tahun terakhir, kini saya merantau menuntut ilmu ke pulau jawa, tepatnya di kota Semarang di Kampus terpadu STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Saya mengambil jurusan farmasi karena saya mengakui bahwa saya telah jatuh hati pada ilmu yang merupakan terapan dari kimia tersebut.
Tiga tahun menempuh pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan Farmasi (SMKF) membuat saya mengerti satu hal tentang profesi kefarmasian, bahwa seorang pahlawan layaknya Batman perlu pahlawan pendamping seperti Robin, begitu pula seorang farmasis yang turut serta berperan aktif membantu dokter dalam menyehatkan para pasien. “Senjata kita (farmasi) bukanlah obat, melainkan dosis yang terkandung di dalam obat”, ucap seorang dosen pengampu mata kuliah Farmakologi dalam pembelajaran. Sebuah kalimat sederhana tapi menunjukkan kekuatan terbesar seorang farmasi adalah dosis.
Selain sibuk dengan kuliah saya juga aktif dalam organisasi, saya masuk di Himpunan Mahasiswa sejak semester satu hingga kini saya semester tiga saya masih aktif dan kini saya di percaya menjadi Koordinator Divisi Hubungan Luar (HUBLU). Niat awal saya yang ingin mengasah kemampuan softskill kini berubah menjadi keseriusan dalam mengabdi. Berada di divisi Hublu membuat saya memiliki banyak relasi baik tingkat wilayah maupun nasional dan itu memaksa saya membuka mata lebar-lebar bahwa dunia kefarmasian sangatlah kompleks.
Paradigma kesehatan yang kini telah berubah dari drug oriented menjadi patient oriented berbasis Pharmaceutical care menjadi tantangan baru bagi para mahasiswa seperti saya sebelum menjadi apoteker ulung. Tidak lagi sekedar memberikan obat saja, melainkan kini harus memberikan konseling kepada pasien itu salah satu tujuan dari perubahan paradigma tersebut. Mengabdi pada masyarakat memberikan informasi tentang penggunaan obat yang benar atau mensosialisasikan tentang sebuah penyakit dan bagaimana cara penanggulangannya telah menjadi rutinitas di tiap akhir pekan. Bahasa menjadi tantangan yang paling mendasar bagi saya, karena saya yang dibesarkan di pulau Bali sehingga membuat saya harus sangat berhati-hati dalam berkomunikasi dengan masyarakat terlebih dengan mereka-mereka yang memasuki usia senja, sehingga tak jarang bagi saya menyampaikan informasi menggunakan bahasa tubuh dengan harapan semoga informasi yang saya berikan dapat tersampaikan dengan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar